|
pic; Pixabay |
“anaknya cewe atau cowo
Ran?”
“cowo I called him H-kun”
“wah syukurlah cowo ya,
gampanglah ntar y kalo udah besar”
“gampang apanya?”
“nikah g perlu cariin
walinya, cukup yang ada hubungan keluarga aja”
Dan aku selalu hanya bisa
tersenyum tipis menanggapi beragam komentar tentang ‘enaknya punya anak cowo’
versi orang – orang di sekelilingku bahkan sejak ia lahir di tahun Naga air
lalu, aku sadar bahwa orang – orang disekelilingku berniat baik dengan berkata
begitu, karena mereka bermaksud meyakinkanku bahwa apa yang Tuhan sudah beri
ini adalah suatu ‘right gift’ untukku.
Well, aku menjadi ibu
memang melalui proses yang tidak ‘umum’ tapi ini bukan waktunya flashback dan
bermelow mellow lagi karena bagiku masa itu sudah lewat, sekarang setelah
hampir 5 tahun melewati waktu sebagai ibu tunggal (secara teknis) untuk seorang
anak laki-laki yang unik, aku mulai mengkaji lagi bahwa anggapan ‘mudahnya
menjadi single mama untuk anak laki-laki’ itu tidak sepenuhnya bisa dipercaya.
Bagiku yang hanya wanita
biasa ini dan tidak pernah berencana untuk cepat menjadi ibu (ya meski konon
usia 25tahun adalah usia ideal wanita dewasa memiliki anak hahaha), menjadi
bagian dari trend ‘single pretty mama with a son’ (super sorry if u disagree
with statement that I’m a kind of pretty mama .LOL) sesungguhnya bukan
kebanggaan untukku, oia kenapa aku sebut ‘trend’ karena memang era tahun
20+belasan entah kenapa tingginya angka perpisahan pasangan (I don’t say
perceraian, perpisahan adalah teknis pilihan karena beragam alasan yang tidak
selalu perceraian) terutama di kalangan public figure yang kemudian diumbar
media bahkan pasca perpisahan tersebut menyorot bagaimana kehidupan sang wanita
dengan anaknya yang konon disebut menjadi lebih cantik dan look happy setelah
berpisah, ok kita tidak akan ngelantur kejauhan tentang hal tersebut.
In fact, menjadi ibu
tunggal dalam mengasuh seorang anak yang berbeda gender tidaklah mudah, dan aku
pikir hal itu bisa jadi berlaku pula untuk seorang ayah tunggal bagi anak
gadisnya. Yang aku rasakan sedekat apapun ibu dan anak lelakinya Akan ada
keterbatasan – keterbatasan dalam perjalanan pengasuhannya, dan menurutku itu
manusiawi dan normal, itulah kenapa Tuhan membentuk ‘orang tua’ dari dua orang
dengan gender yang berbeda yaitu pria dan wanita dewasa karena memang masing –
masing memiliki peran yang tidak semuanya dapat digantikan oleh yang lainnya,
bahkan jika anda seorang wanita yang tomboy atau boyish sekalipun.
Kehadiran (dalam arti
sesungguhnya baik fisik mau pun peran dan pengasuhan) Ayah memiliki keunggulan
untuk anaknya
1.
Mengajarkan anak cara
menyelesaikan masalah
Ayah bisa menunjukkan pada anak tetang banyak cara
mengambil keputusan dan mengajarkannya menghadapi konsekuensi dari tindakan dan
keputusannya. Jika anak terbiasa mengambil keputusan dengan tepat, maka ia
tidak akan menjadi anak yang agresif. Ibu yang dianggap tough mungkin bisa juga
melakukan hal itu pada anak lelakinya tapi ternyata ayah yang merupakan ‘kepala
keluarga’ memiliki cara yang berbeda dan dipandang dengan berbeda pula olah
seorang anak lelaki.
2.
Menjadi teman bermain
Umumnya ayah adalah sosok yang jagonya berkegiatan fisik
yang menguras energy, seperti bermain sepeda, sepakbola, atau lari. Kalaupun
ada yang menganggap ibu juga bisa melakukan hal tersebut, saya pribadi tidak
menyalahkan namun juga tidak membenarkan 100%, tidak semua ibu mengerti secara
teknis dan imajinasi pria dalam hal sepakbola atau olahraga fisik lainnya, aku
pribadi meski juga banyak menyukai kegiatan fisik namun entah kenapa seringkali
untuk terjun langsung sebagai tim anak lelakiku merasa seperti ada batasan atau
tidak seseru ketika ia dengan coach prianya saat ikut latihan kegiatan fisik atau
kakek dan paman-pamannya saat nobar tontonan pria (sepakbola, balapan,etc) ,
jika anda ingin menuduhku bahwa itu hanya perasaanku saja silakan, tapi perlu
anda ketahui bahwa aku (yang dalam CV professionalku mencantumkan ‘ I am an
adaptable person’) sebagai ibu sudah berusaha nge-blend dengan apa yang
difikirkan, diimajinasikan, dilakukan, bahkan diopinikan anakku dan di tahun
kelima ini aku sadar (tanpa ada rasa rendah diri) bahwa kegiatan anak lelakiku
yang super aktif itu akan lebih seru jika dengan yang se-gender dengannya. Konon, permainan fisik tidak hanya akan
melatih otot dan koordinasi tapi bisa digunakan untuk mengajarkan aturan,
seperti bekerja dalam tim.
3.
Menghargai gender
Anak laki – laki yang diasuh dengan keterlibatan ayah
akan lebih kenal dunia pria, tentu saja dunia pria dan wanita berbeda bukan,
seorang anak lelaki yang mengalami fase pertumbuhan secara reproduksi tentu
akan lebih nyaman untuk berdiskusi atau bertanya pada ayahnya ketimbang ibunya
yang seorang wanita dewasa, penerimaan pun tentu akan berbeda antara ayah dan
ibu. Dan, anak perempuan akan memiliki hubungan yang sehat dengan teman prianya
kelak. Karena ia belajar dari ayahnya bagaimana laki-laki seharusnya bersikap.
4.
Menyiapkan masa depan anak
Dalam jurnal of child psychology & psychiatry Dr.
Paul Ramchandani, psikiater anak di university of Oxford Inggris menyebutkan
bayi yang memiliki bonding yang baik dengan ayahnya terbukti setelah bersekolah
jarang memiliki problem dengan temannya dan mereka tumbuh menjadi pribadi yang
bahagia.
5.
Anak memiliki self esteem yang
baik
Anak akan lebih sedikit merasa depresi jika memiliki
hubungan yang baik dan dekat dengan ayahnya terutama anak lelaki, ia akan
merasa lebih percaya diri, kompetensi, dan keterampilan social yang tinggi bahkan
konon juga IQ dan kapasitas bahasa dan kognitif lebih baik jika ada ayah yang
sering terlibat dalam pengasuhannya.
And you know what? aku telah merasakan perbedaannya pada H-kun
sebelum ia mengenal ayahnya dengan (finally,honestly) bertemu dengan his
biological dad.
meskipun hanya sebatas bertemu dan bukan untuk terlibat langsung dalam hal pengasuhan namun ternyata hal tersebut memberikan dampak bagi kepercayaan diri H-kun, dia lebih yakin dan percaya bahwa dia pun sama seperti anak - anak lain yang juga memiliki ayah, walau dengan kondisi yang berbeda dan hal tersebut menjadi pe-er lanjutan bagi aku ibunya yang harus selalu siap menerima pertanyaan - pertanyaan kritis berikutnya dari H-kun.
Saat ini secara teknis masih menjalani kehidupan kami berdua saja, namun tidak mengurangi optimisme kami untuk mencoba survive dan percaya pada Tuhan bahwa one day Tuhan akan beri hidup yang lebih baik dan akan selalu meikhlaskan diri kami.
ini bukan berarti termasuk usaha aku untuk mencari papa baru untuk H-kun hanya saja semoga ini dapat menjadi pertimbangan bagi para ladies yang mungkin ada fikiran untuk menjadi single mama dengan beragam alasan. I hope God will always bless us wherever we are.
Regards,
RP